Mengapa Islam Ditakuti?

Oleh: Ahmad Taufiq Abdurrahman MA

Diterbitkan dalam Topik Utama Majalah Gontor edisi Juni 2008


Laju kencang pertumbuhan Islam di dunia sangat menakutkan dunia non Muslim. Terlebih, geliat tumbuhnya kembali timbunan potensi dunia Islam yang terus menanjak pesat.

Walau telah lawas, isu Clash of Cilvilization yang diusung Samuel Huntington terus bergema hingga kini. Peradaban Islam dikategorikan sebagai momok besar yang harus dihadapi peradaban Barat pasca keoknya komunisme. Bahkan, kalangan neokonservatif Amerika telah memproklamirkan Islam sebagai musuh utama yang akan memicu “Perang Dunia Ketiga”.
Huntington menyebut, ada tiga faktor indikasi ‘kebangkrutan Barat dan kebangkitan Islam’: Pertama, penguasaan kawasan (teritorial) dan pertumbuhan populasi (demografi). Kedua, pertumbuhan dan kekuatan ekonomi. Ketiga, pengokohan kekuatan militer.

Semua indikator ini kini nampak. Posisi negeri Islam (wilayah Timur Tengah, Asia Tenggara, Asia Tengah, Asia Selatan) yang berada pada titik-titik penting secara geografis, ekonomi dan militer. Belum lagi pertumbuhan SDMnya yang sangat mengkhawatirkan mampu menggeser potensi Barat yang kian hari kian menurun.


Kawasan dan Demografi

Dari 57 negara anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam), 32 juta km2 luas wilayah dunia telah didominasi penduduk Muslim. Ukuran ini lebih luas dari Amerika Serikat maupun Uni Eropa. Dengan kepadatan penduduk rata-rata 38 orang per kilometer persegi. Walau memang area luas ini belum maksimal produktif karena masih banyak berupa gurun pasir yang belum dihidupkan, namun perkembangan teknologi agraria sangat mungkin mendorong dihidupkannya lahan-lahan tersebut.

Dari anggota OKI saja, jumlah penduduk Muslim saat ini diperkirakan telah meliputi 20 persen dari total populasi dunia yang kini mencapai 6,6 miliar jiwa per Juli 2007. Itu belum terhitung 148 juta (13,4% populasi) penduduk Muslim muslim India, dan 26 juta muslim Cina (2% populasi). Belum lagi prospek pertumbuhan pesat penduduk di negera-negara Islam yang mencapai 2,9% pertahun. Di Eropa kini mewabah kekhawatiran “Eurobia”. Yaitu istilah mutakhir untuk menggambarkan pesatnya perkembangan Islam di benua itu.

Eropa tengah menghadapi depopulasi atau merosotnya jumlah penduduk, bersamaan dengan pesatnya peningkatan jumlah penduduk Muslim yang dituding tidak mau mengendalikan tingkat kelahiran. Kekhawatiran ini beralasan. Diprediksi, pada 2050, angkatan kerja produktif kalangan ”kulit putih” pribumi akan mengalami krisis, disebabkan rendahnya angka kelahiran penduduk ”pribumi”. Dan dominasi angkatan kerja produktif Muslim pun akan terjadi, karena saat ini memang komunitas Muslim tidak mengenal pengendalian pertumbuhan, belum lagi dengan arus imigrasi tenaga kerja Muslim. Imbas yang paling mereka khawatirkan: terjadinya Islamisasi.

Sementara itu, walau angka melek huruf pada orang dewasa di dunia Islam baru berkisar 69%, dan rasio pendidikan di perguruan tinggi baru 15%, namun signifikannya laju pertumbuhan ekonomi dunia Islam kelak akan membangkitan sumber daya non-tangible (yang tak terukur) ini menjadi sangat potensial. Bahkan sangat mungkin mengungguli Barat.


Kekuatan ekonomi

Sosiolog dan sejarawan Muslim legendaris Ibnu Khaldun, dalam karya magnum opus-nya, Muqaddimah, mengatakan bahwa posisi geografis dan kondisi ekologis merupakan keunggulan sekaligus kunci sukses imperium Islam sekitar tujuh abad silam. Potensi itu hingga kini masih ada, dan terbuka untuk dikembangan demi kebangkitan Islam kedua. Hampir 80% potensi alam dunia, berada di dunia Islam. Lebih dari 77% cadangan minyak dunia, berada di dunia Islam. Andai cadangan itu hanya digunakan untuk konsumsi internal dunia Islam, maka kebutuhan untuk 75 tahun mendatang internal mereka akan tertutupi. Belum lagi 90% cadangan hidro karbon dunia juga berada dalam pelukan dunia Islam. Dus, sumber daya alam lain, seperti emas, timah, tembaga, batubara, dan sebagainya. Termasuk pula kekayaan melimpah tanaman, rempah-rempah, kopi, cokelat, dan berbagai produk pertanian.

Tak heran jika dalam dokumen The National Security Strategy of the United States of America, negara adidaya itu menyaratkan dirinya untuk menjadi polisi dunia agar dapat mengatur tatanan global. Objek utama penerapan dokumen ini adalah dunia Islam, sebab hampir 80% potensi alam yang dapat dieksploitasi berada di dunia Islam. Menguasai dunia Islam berarti menguasai pasokan energi dan SDA lain, serta menguasai posisi strategis dunia.

Meningkatnya kehidupan perekonomian di dunia Islam jelas akan membuat panik Barat. Walau saat ini negara-negara OKI baru mampu menguasai sekitar 6-7 persen total nilai perdagangan dunia, namun potensi peningkatannya ke depan sangat terbuka lebar. Menurut The World Factbook 2008 yang dirilis CIA, produk domestik bruto (GDP) dunia Islam sebesar 5,54 triliun dollar pertahun, atau setara 9,14% GDP dunia. Neraca perdagangan dunia Islam yang kini mencapai 1042,9 Milyar dollar ekspor, dan 733,7 Milyar dolar untuk impor, juga sangat positif. Andai dunia Islam dapat bersinergi untuk melepas ketergantungan mereka kepada luar dunia Islam dan berkonsentrasi melakukan bisnis internal, tentu nilai tersebut berpotensi besar memicu pertumbuhan ekonomi internal dan mengancaman ekonomi global.

Sayangnya, hingga kini telah banyak cara dilakukan untuk menyatukan ekonomi dunia Islam, baik atas inisiasi OKI maupun forum-forum bilateral lainnya, semuanya selalu gagal. Percobaan terakhir adalah dibentuknya kelompok D-8 (Development-Eight), yang terdiri dari Bangladesh, Indonesia, Iran, Malaysia, Mesir, Nigeria, Pakistan dan Turki. Realitasnya, pengaruh D-8 ini bahkan lebih kecil dari kelompok semacam ASEAN, apalagi terhadap G-8, yakni negara-negara industri maju (AS, Canada, Inggris, Perancis, Jerman, Itali, Jepang dan Russia).

Penyebab kegagalannya disinyalir para analis terlalu banyak. Mulai dari ego-nasionalisme tiap negara, ketidak kapabelan dan unindependensi para pemimpinnya yang cenderung menjadi boneka negara besar, hingga produk antarnegara yang terlalu mirip sehingga tak dapat saling melengkapi. Semua kegagalan ini secara sistematis telah diupayakan Barat agar penyatuan ekonomi dunia Islam tak dapat pernah terwujud.


Potensi Militer

Dalam aspek militer, andai bergabung, sesungguhnya tak ada alasan bagi dunia Islam untuk takut kepada siapapun. Sebab, meski saat ini industri militer dunia Islam terbilang mundur, namun secara kuantitas potensi militer sangatlah besar. Data The World Fact Book CIA menyebutkan, potensi kekuatan militer (military manpower availability) dan dinas militer (fit for military service) yang dimiliki oleh beberapa negeri Islam cukup fantastis. Mesir memiliki 18.562.994 potensi militer dengan 12.020.059 dinas militer, Irak 5.938.093, Iran 18.319.328 dengan 10.872.407 dinas militer, Pakistan 35.770.928 dengan 21.897.336 dinas militer, Turki 18.882.272 dengan 11.432.428 dinas militer, dan Indonesia 64.046.149 dengan 37.418.755 dinas militer.

Dengan gabungan tentara Mesir, Irak, Iran, Pakistan, Turki, dan Indonesia saja, tersedia sekitar 162 juta potensi pasukan kaum Muslim. Bandingkan dengan AS yang potensi militernya hanya 79 juta. Apalagi Israel yang hanya sekitar 1,5 juta pasukan pria dan 1,4 juta pasukan wanita. (Taufiq)

--- Kembali ke Muka ..... ----

Tidak ada komentar: