Pelecehan Seks di Mesir


Seorang kawan milist memposting berita dari http://news.bbc.co.uk/2/hi/middle_east/7593765.stm, berjudul sangat Egypt voices: Sexual harassment. Kawan lainnya merespon secara provokatif dan menuliskan: “Maka, benarlah kata Ulama Mesir kondang, setelah pulang dari perjalanan ke Paris, Prancis dan kembali ke Tanah Airnya di tahun 1940-an: "Di Paris, saya melihat Islam tapi tidak bertemu muslim. Di Mesir saya banyak bertemu muslim, tapi tidak melihat Islam".

Bukan karena saya pernah beberapa tahun belajar di Mesir, atau karena hutang budi saya dengan telah bisa menghirup air nil yang penuh berkah itu, saya terdorong mengomentari salah persepsi respon kawan itu. Tapi hanya upaya untuk pelurusan pemikiran, agar tidak ada stigmatisasi keliru karena paradigma berpikir yang awalnya keliru.

Berikut komentar saya: Anda keliru menempatkan kutipan ucapan itu untuk menarik fenomena pelecehan seksual di Mesir. Ucapan itu punya Muhammad Abduh untuk
menggambarkan kemunduran umat Islam yang disebabkan minimnya ilmu pengetahuan. Mungkin sedikit ada tepatnya contoh-contoh kasus pelecehan seksual yang Mas Dimas pastekan itu sebagai bagian dari kemunduran Islam karena kemunduran aspek akhlaknya.

Namun harus dipahami, Mesir adalah negara Arab Islam yang paling moderat dibanding negara-negara Arab Islam lainnya. Mas Dimas pernah hidup ato mampir di sana? Saya alhamdulillah pernah 5 tahun belajar di sana, sedikit banyak bisa share pengalaman deh tentang "kemesiran". Tolong jangan anggap sharing ini sebagai pembelaan yach. Kita coba objektif saja menilai sesuatu agar gak salah pandang, ato menstigmatisasi tanpa bukti empirik.

Dari paparan pengakuan beberapa wanita Mesir yang merasa dilecehkan, rasanya mudah menebak mengapa mereka "dilecehkan". Karena mereka berpenampilan "aneh" bagi budaya Mesir. Wanita-wanita itu cenderung berpakaian yang mengundang mata dan kejahilan lelaki-lelaki iseng tuk menggoda, mengganggu, bahkan melecehkan. Bukan cuma di Mesir, di gang kampung tempat saya tinggal di Jakata aja kalo ada ce berpakaian sexy n berdandan menor, mata kita "merem-melek" melihatnya. Kawan-kawan yang jail bahkan suka colek-colek pantatnya :)

Dalam strata sosial masyarakat Mesir, khususnya di kota besar seperti Cairo, kesenjangannya sangat kentara. Dari paparan cerita dan pengakuan para wanita itu, terlihat mereka hidup di lingkungan masyarakat kelas menengah ke bawah, yang cenderung minim wawasan dan pendidikan modern. Tekanan hidup masyarakat kelas menengah ke bawah sangat keras, terlebih bagi para urban kampung yang datang ke Cairo yang begitu megapolis. Mereka "kaget" n kerap berlaku kurang arif. Jadi maklum mereka berperilaku demikian, wong ndeso namanya :) Kalo yang diperkotaan rasanya educated n sopan-sopan, bahkan sangat menjaga etika.

Pakaian dan penampilan adalah hal paling sensitif di Mesir. Sedikit kita "berbeda", maka mata seluruh orang sekitar akan tertuju kepada kita. Tinggal kita mengikapinya aja, apa mau bertengkar mulut, atau membiarkan mata-mata liar itu memandang kita. Rasanya, budaya ini juga ada dalam masyarakat kita, dan di dunia manapun. Jadi wajar toh ada hal-hal seperti ini.

Pakaian minim, sex dress memang kini tengah mewabah di Mesir, dan membuat clash budaya sangat besar. Modernitas kerap dipahami para wanita Mesir sekuler dengan kebebasan berpakaian, yang sebenarnya masih sangat ditabukan budaya mereka. Di Indonesia juga begitu toh dulu, bahkan hingga kini masih ada di beberapa tempat? Dari kebaya menuju you can see my bra n puser :) Bicara budaya, rasanya sah-sah aja jika sebuah masyarakat punya batasan-batasan khusus yang menjadi pakem budayanya. Karena modernitas gak selama harus westernalize.

Walau demikian, sikap para lelaki yang melakukan pelecehan itu dalam hukum Mesir adalah kriminal. Jangankan melecehkan perempuan, membuat orang lain sedikit berdarah saja kita kena hukuman 2 hari penjara n kerja sosial. Dan kriminalitas seperti di atas ada di belahan dunia manapun.

Jadi, beberapa kasus itu tidak bisa dimarjinalkan menjadi stigma bahwa Mesir adalah negara yang "gagal" menerapkan roh keislaman masyarakatnya. Atau sebagai contoh buruk kaum Muslimin. Fenomena itu hanya "bunga" clash budaya, yang bisa terjadi di mana saja, khususnya negara yang tengah berada dalam masa "peralihan" menuju keterbukaan diri.

3 September 2008


Tidak ada komentar: