Deislamisasi 1

wow ... deislamisasi ? ide n topik bagus neh :) cuma kayaknya harus kita pilah ma sekulerisasi.

Menurut gue fenomena "penggeseran" (ato lainnya) suatu tatanan nilai n sistem keagamaan bukan cuma terjadi di Islam aja deh, di semua agama pun terjadi seperti ini. Makanya gue lebih cenderung menerima derelegiusasi dari pada deislamisasi aja karena ini isu general.

Gue sangat memaklumi kekhawatiran kita (penganut setia agama) dengan fenomena ini. Tapi gue melihat kekhawatiran kita terlalu berlebihan karena selalu "melempar batu" segala gejala yang sifatnya destruktif bagi lingkungan iman kita kepada faktor eksternal (orang non-islam, missionaris, yahudi, barat ato siapa aja), seperti Kamal Attatruk yang dicaci maki sebagai missionaris Yahudi karena propaganda sekulerisme Turkinya, Muhammad Taha yang dihukum gantung karena mencoba mentransformasi nilai2 kemodernan ke dalam Islam Sudan.

Nah .. pada dasarnya (dengan gelagat kita ini) kita harus dapat menerima penilaian beberapa kalangan yang melihat bahwa Islam adalah agama fundamentalistik (memegang teguh tradisi), dan kita gak boleh marah kalo dibilang ideologi kita tradisinalis (selalu back to past pola zaman klasik rasulullah n sahabat) karena memang itulah tuntutan islam "yang seharusnya" biar tetep eksis pada jalurnya n gak termakan modernisasi (kayak pengembangan doktrin paulus n trinitas kristiani .. nll).

Ini tulisan bukan pembelaan ma sekulerisme, tapi cuma sekedar menginformasikan bahwa the great war yang telah, sedang dan akan terjadi di muka bumi ini adalah karena dimensi kesenjangan ideologi ini. Walau ini kewajaran objektif karena persaingan khususnya di rumpun keluarga agama ibrahimiah sangat tinggi, ditambah dengan kesenjangan sektarian n aparthead yang terus memicu kecemburuan n upaya untuk selalu menaklukkan fihak lain. N menurut gue kekhawatiran berlebihan kita kepada tokoh2 sekuler telah mendorong kita menjadi lebih fundamentalis. Beda dengan zaman globalisasi tekhnologi n informasi saat ini yang cenderung menelorkan fenomena fundamentalisme karena faktor isu international (isu palestina, iraq nll). Dan fundamentalitas kita yang cenderung lahir karena pengaruh internal (perlawanan kita terhadap "orang dalem" sekuler) ternyata lebih menggairahkan kita untuk lebih mentradionalisasikan pemikiran kita untuk bisa menjaga pagar iman kita.

Tapi gue melihat adanya kecenderungan lahirnya fundamentalisme dalam tubuh islam kontemporer adalah berkat proses kajian n pembelajaran n bukan karena faktor doktrinal yang dipaksakan (cuci otak atau misi khusus kelompok untuk merekrut kader fundamentalis baru). Karena orang Islam dewasa ini dah lebih educated n bisa memilah "kepentingan missionaris" ato "kepentingan orang dalem". Dan gue rasa kepentingan missionaris masih terlalu jauh untuk ditakutkan dibandingakan kepentingan orang dalem yang selalu berebut simpati n suara pengikut. Dampak negatifnya malah justru akan lebih kental karena penyusupan yang dilakukan oleh orang dalem cenderung sukses n di-amini dengan logika "pasrah" oleh kita.

Tapi sayangnya struktur pemikiran n keilmuan dalam masyarakat Islam belon merata (maklum kebanyakan dunia ketiga), kesenjangan antara pemikiran tradisionalis n modernis masih sulit dijembatani, makanya "pengkafiran" masih akan terus terjadi hingga sampai suatu saat nanti (gak tau kapan) keseimbangannya akan terjadi n akan melahirkan peradaban islam baru yang seimbang. Maksudnya kepentingan kalangan tradisionlis pun masih terlalu tinggi untuk menjaga image n gengsi, hingga permusuhan pun sulit dipadamkan. begitu juga sebalikanya kalangan modernis cenderung menyepelekan "kekuno-an" kalangan tradisionalis. Pelajaran dari gerakan zionisme harus kita cermati. Gerakan ini yang awalnya sangat tradisionalis (cuma gerakan ideologis praktis) kemudian dikembangkan oleh kalangan politis n ekonomis (modernis) malah lebih menguatkan pengembangan n keberhasilan zionisme untuk menguasai dunia n bisa punya negara sendiri saat ini.

Dejewisasi oleh kalangan modernis dulu juga mengalami penolakan luar biasa, tapi dengan tenggang rasa karena tujuan sama (David "Dream" State for Jews) akhirnya mereka berusaha berjalan bersama. Fenomena ini belum terlihat dalam gerakan Islamisasi hingga saat ini, malah yang terjadi saling tunding n pengkafiran. makanya usaha penjembatanan yang dilakukan kalangan netral (semi modernis n trdisionalis) adalah adopsi parsial antara 2 visi kubu yang berbeda ini, hasil nyatanya dah terlihat di Iran. n bagi gue ini sistem kenegaraan islam inilah yang paling perfect dewasa ini (walau masih terus dalam pengembangan). Negara2 arab gak bisa diharapkan lage karena pergeseran moral n kepentingan dan banyak gak relevan dengan moral n kepentingan universal islam. Arabisme, nasionalisme mereka dah melupakan Islamisme. Makanya wajar kalo pengembangan Islam modern malah akan terjadi di dataran non Arab. Nah ... kesalahan kita (islam non-arab) adalah pengekoran terus kita ma tradisi Arabian, kalo kita bilang "Islam bukan Arab" kenapa kita menolak "Islam Indonesia" ala Gus dur n Cak nur, Islam Pakistan ala Fazlurrahman, Islam India ala Sayyid ahmad Khan ?? n kenapa kita butuh list2 para sekuleris Islam Arab untuk mengklasifikasi pemikir2 indonesia sebagai antek2 sekulerian Arab ?

Gue ada buku Abdullah Na'im (muridnya Mahmud Muhammad Thaha) judulnya "Islamic transformation" (kalo gak salah) cetakan AUC publisher gue beli di ma'radh. Di buku itu detail banget argumentasi penolakan terhadap Islamisasi negara. Pemikiran mereka sifatnya revormatif (seperti juga imarah, hasan hanafi, rifaah nll) n bagi gue mereka berusaha menjembatani 2 kutub (Islam n Barat) biar bisa membuat Islam sebagai agama yang dialogis n argumentatif hingga bisa hidup n “gaul” dalam lingkungan peradaban modern. Penolakan mereka terhadap Islamisasi negara karena memang banyak hal2 syariat dalam Islam yang dituntut untuk di naskh (diroformasi status hukumnya) mengingat kontradiksi dengan sistem kehidupan modern. Memang pola dasar pemikiran mereka adalah komparasi Barat dengan Islam (bukan Islam dengan barat), jadi pengedepanan dimensi barat lebih kentara. Tapi bagi gue ini suatu kewajaran dalam kajian ilmiah modern (dengan penguasaan menyeluruh barat dalam sistem peradaban n kenegaraan universal modern). Antipati kalangan konservatif karena perbedaan bassic point kajian aja, yang oleh mereka pengedepanan garis Islam to west, bukan west to Islam. Tapi di buku itu juga banyak kajian garis pemikiran "Islam to west" kok, cuma sayangnya "kekalahan" sistem Islam lebih rentan jika tranformasinya dilakukan dengan kerangka "islam to west". makanya mereka mengusulkan transformasi "west to Islam" (lebih2 dalam isu HAM, Jihad, Hudud n hukum keluarga).

Gue pribadi mungkin agak sekuler n bisa menerima dengan jelas apa kemauan ide mereka. Makanya forward Intan memancing gue untuk sedikit mengomentari bahwa isi forward itu konservatif banget. Sayangnya detail argumentasi penolakan terhadap ide2 kaum reformis sekuler gak dicantumin (malah memukul rata penyelewengan idenya).

Semoga bermanfaat. Selamat mengkaji n jangan kebanyakan menghapal :)

Pipix

Faculty of Theology

Aligarh Muslim University


--- Kembali ke Muka … ---

Tidak ada komentar: